Plurk Stat's

Thursday, July 15, 2010

Parchim Class Corvette TNI-AL

Parchim Class Corvette





Desain

Bobot: 793 ton standard, 854 ton beban penuh
Panjang: 75.2 m
Lebar: 9.8 m
Draught: 2.73 m
Mesin: 3 shaft M504 Diesel, 14,250 hp
Kecepatan: 24.7 knot
Jarak: 2100 nm pada 14 knot
Kru : 57 -60 personel


Desain Persenjataan :
Versi Jerman Timur:
-2 - SA-N-5 SAM
-2 - 57 mm gun (1x2)
-2 -30mm gun (1x2) or 1 - AK-630
-2 - RBU-6000 -peluncur roket anti kapal selam
-4 - 400 mm tabung torpedo
-60 - ranjau
Persenjataan versi Soviet:
-2 x 4 peluncur SA-N-5 atau SA-N-8(total 24 rudal)
-1 7.62 mm ganda/59-cal (AK-176) DP
-1 senapan gatling 30-mm AK-230
-Torpedo: 2 x 16-inchi (400-mm) ganda
-2 RBU-6000 (96 RBG-60 roket)
-2 rak bom laut (depth charge rack, dengan total 12 depth charges)





Korvet kelas Parchim dibuat untuk Volksmarine (Angkatan Laut Jerman Timur) pada akhir dasawarsa 1970-an. Kapal ini diberi destinasi oleh Pakta Warsawa sebagai Project 133. Di kemudian hari kapal ini disebut Project 133.1 untuk membedakannya dengan Project 133.2 Parchim II (pengembangan dari kelas Parchim). Kapal ini didesain untuk perang anti kapal selam di perairan dangkal/pantai. Enam belas kapal dibuat untuk Volksmarine (1997-1981) dan 12 kapal yang dimodifikasi dibuat untuk AL Soviet pada 1985-1990 oleh Peenewerft, Wolgast. Setelah Jerman bersatu, pihak Jerman menjual kapal-kapal ini ke TNI-AL Indonesia pada 1993. Saat ini korvet ini masih dioperasikan oleh TNI-AL dan Russian Baltic fleet.

Uni Soviet memesan kapal ini dengan tujuan untuk menolong industri kapal Jerman Timur, karena saat itu sebenarnya Soviet sudah mempunyai Korvet kelas Grisha yang lebih baik dibanding Parchim dalam semua aspek. Begitu keluar dari perairan dangkal keampuhan dari Korvet kelas Parchim menurun drastis. Di Soviet korvet kelas Parchim dikembangkan lagi menjadi Korvet kelas Parchim II.

Oleh TNI-AL kapal ini dimodifikasi dengan menambahkan kapasitas BBM dan melakukan pergantian mesinnya dari semula M504A3 buatan timur yang boros diganti menjadi mesin MTU-Detroit Type4000 M90 16V. Mesin ini memiliki jadwal perawatan harian, setiap 250 jam, setiap 750jam, dan setiap 2.250jam.
Konsumsi bahan bakarnya dapat ditekan dari 33.000liter per hari menjadi separuhnya.

Warna korvet ini pun terbilang unik. Berbeda dengan kebanyakan AL dunia yang sering mengadopsi warna abu-abu untuk kapal-kapal perangnya, TNI-AL melaburnya dengan loreng 4 warna yang khas, hanya beberapa negara di dunia yang mengecat kapal perangnya dengan kamuflase, diantaranya Swedia dan Firlandia.


Defence

>Main gun


AK-230



AK-630

Untuk pertahanan terhadap serangan udara, kapal ini dilengkapi senjata AK-230 berlaras ganda yang dikemudian hari diganti dengan AK-630 model gatling.



AK-725

Senjata lainnya berupa satu turret dengan senjata AK-725 ganda kaliber 57mm. AK-230 dapat menembakkan 1000 peluru per menit, masing-masing senjatanya dihubungkan dengan sabuk amunisi berisi 500 peluru.

>Missile

Beberapa kapal dilengkapi pertahanan udara tambahan adalah dua peluncur rudal SA-N-5, rudal darat ke udara untuk pertahanan udara jarak-dekat terhadap pesawat.

>Anti-sub weapon



Selain itu ia juga dilengkapi dengan 2 RBU-6000. RBU-6000 adalah mortir dengan 12 laras yang dapat mengisi ulang secara otomatis. Senjata ini cukup digunakan oleh banyak kapal Soviet saat itu.

>Torpedo


Surface Vessel Torpedo Tube

Beberapa kapal memiliki peluncur torpedo MK.32 triple launcher buatan barat. Sementara yang lainnya masih mengandalkan tabung torpedo 400mm yang lama.


Korvet Parchim TNI-AL
KRI Kapitan Patimura
KRI Untung Suropati (872)
KRI Nuku
KRI Lambung Mangkurat (874)
KRI Cut Nyak Dien (375)
KRI Sultan Thaha Syaifuddin (376)
KRI Sutanto
KRI Sutedi Senoputra
KRI Wiratno
KRI Memet Sastrawiria
KRI Tjiptadi
KRI Hasan Basri
KRI Imam Bonjol (383)
KRI Pati Unus (384)
KRI Teuku Umar (385)
KRI Silas Papare (386)


Sejarah Parchim Indonesia

Saat Jerman Timur bersatu dengan Jerman Barat, kapal-kapal buatan blok timurpun segera dipensiunkan oleh Jerman Timur. Saat itu Indonesia tertarik untuk membeli kapal-kapal esk. Jerman Timur tersebut. Hanya saja pembelian tersebut ternyata mengundang kejanggalan lantaran kapal-kapal yang dibeli jauh dari kondisi prima, sehingga salah satu media cetak nasional saat itu sempat di tutup karena mengangkat kasus pembelian kapal ini.

Kapal-kapal tersebut sudah disimpan di pelabuhan selama 3 tahun. Jumlah semuanya 39 kapal, terdiri dari
16 Parchim
14 LST Frosch
9 Kondor

Maret 1992 Jerman setuju menjual kapal-kapal perangnya kepada Indonesia. Harga-harga kapal saat itu.

Parschim 600.000 DM ( sekitar 378.000 Dollar)
Frosch 550.000 DM (sekitar 346.000 Dollar)
Kondor 300.000 DM (sekitar 189.000 Dollar)
total pembelian 12.600.000 USD. Harga kapal baru saat itu rata-rata 30.000.000 USD sebuah.

Saat itu diketahui bahwa kondisi kapal-kapal tersebut harus menjalani perbaikan terlebih dahulu baru layak berlayar ke Indonesia. Biaya memperbaiki kapal justru lebih mahal, pertama kali Tim Pengadaan Kapal Jerman (TPKJ) mengajukan yakni:

Parschim 23.800.000 USD
Frosch 17.300.000 USD
Kondor 14.900.000 USD
Total seluruhnya 757.100.000 USD...

Konon pertama kali pengajuan anggaran itu langsung ditolak Menkeu. Lalu TPKJ mengajukan proposal baru

Parschim 12.000.000 USD
Frosch 11.700.000 USD
Kondor 4.000.000 USD
biaya lainnya 137.000.000 USD
Amunisi & suku cadang untuk 5 tahun 10.000.000 USD
Total seluruhnya 482.000.000 USD ditambah 151.000.000 permintaan TNI-AL untuk membangun pangkalan di Teluk Rantai, Lampung.

Lagi-lagi proposal kedua ditolak, Hanya tersedia dana 319.000.000 USD. TPKJ pun tak mau ambil resiko hanya dengan dana pas-pasan tidak mungkin ke 39 kapal eks Jerman Timur itu bisa beroperasi optimal di lautan. Ditambah lagi peralatan radar dan radio eks Rusia yang sudah kadaluarsa. Kapal-kapal inipun karena eks. Jerman Timur maka peralatan IFF (Indentification Friend or Foe) standar blok timur, berbeda dengan kapal-kapal TNI-AL yang sudah mengacu standar NATO. Belum lagi awalnya kapal-kapal itu beroperasi di wilayah laut Baltik yang amat berbeda kondisi lingkungannya dengan lautan Indonesia.

Pada akhirnya satu per satu kapal tersebut tiba di Indonesia

Repost From :
Conway's all the World's Fighting Ships 1947-1995
Majalah Commando vol 1. no.2 September-Oktober 2004
Wikipedia

No comments:

Post a Comment